Breaking

Friday, April 22, 2016

Aksiologi Pendidikan Matematika

Assalamu'alaikum Wr. Wb.


Selamat malam pengunjung Learnings Blogs, terima kasih masih setia mengunjungi blog yang tergolong masih berumur se-jagung ini, malam ini admin akan share masih seputar materi kuliah lagi mudah-mudahan bisa jadi informasi yang bermanfaat di dunia dan akhirat.

Nama                        :  Novilia Mustika Sari
NIM                         :  1384202091
Kelas/Semester         :  Ic/2
Mata kuliah               :  Filsafat Pend. Matematika

“AKSIOLOGI PENDIDIKAN MATEMATIKA”

1.      Pengertian Aksiologi
          Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.  Aksiologi berasal dari kata Yunani axion (nilai) dan logos (teori) yang berarti teori tentang nilai. Permasalahan utama dalam aksiologi  mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik di dalam suatu kondisi yang normative, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
          Ditinjau dari aspek aksiologi, matematika seperti ilmu-ilmu yang lain, yang sangat banyak memberikan kontribusi perubahan bagi kehidupan umat manusia di jagat raya nan fana ini. Segala sesuatu ilmu di dunia ini tidak bisa lepas dari pengaruh matematika.
Berkaitan dengan hal tersebut matematika dipandang sebagai ilmu abstrak yang tidak bebas nilai dan moral,sehingga hasil pemikiran seorang matematikawan bisa bermanfaat bagi umum.Tidak dapat menerima sesuatu dengan asal-asalan tetapi harus dipikir secara mendalam dan teliti

2.      Manfaat Ilmu Pengetahuan
         mencari tahu dan menelaah bagaimana cara hidup yang lebih baik dari sebelumnya,
         menemukan sesuatu untuk menjawab setiap keingintahuannya,
         menggunakan penemuan-penemuan untuk membantu dalam menjalani aktivitas sehari- hari.
·        berkat ilmu pengetahuan, manusia:
         menjadi tahu sesuatu dari yang sebelumnya tidak tahu,
         dapat melakukan banyak hal di berbagai aspek kehidupan,
         menjalani kehidupan dengan nyaman dan aman,

3.      Untuk apa belajar Matematika
          Ilmu Matematika diantaranya meliputi aritmatika, geometri, aljabar dan lain lain sehingga tentu saja banyak manfaat Matematika untuk ilmu pengetahuan lain dan juga untuk kehidupan, misalnya:
a)      Kombinasi (Statistika) bisa digunakan untuk mengetahui banyaknya formasi tim bola voli yang bisa dibentuk.
b)      Aritmatika hampir digunakan setiap hari, yaitu untuk hitung-menghitung.
c)      Geometri bisa digunakan para ahli sipil karena geometri salah satunya adalah membahas tentang bangun dan keruangan.
d)      Aljabar bisa digunakan untuk memecahkan masalah bagaimana memperoleh laba sebanyak mungkin dengan biaya sesedikit mungkin.
e)      Mungkin dengan logika Matematika juga bisa membantu untuk berpikir logis, tapi tentu saja bukan hanya Matematika saja yang bisa membantu dalam berpikir logis.

Nilai matematika juga dapat kita lihat dalam:
·        Digunakan dalam bidang sains dan teknik.
·        Untuk penelitian masalah tingkah laku manusia.
·        Membantu manusia dalam berdagang dan bidang perekonomian.
·        Ilmu matematikan juga digunakan dalam bidang komputer.
·        Membantu manusia berpikir secara matematis dan logis.
·        Dengan bilangan, manusia dapat menentukan kuantitas.

4.      Tujuan mempelajari matematika adalah :
1.      Melatih cara berfikir dan benalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonistensi.
2.      Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba
3.      Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah
4.      Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau memgkomunikasikan     gagasan melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, dalam menjelaskan gagasan.

5.      Keterkaitan antara cara penggunaan Ilmu dengan kaidah-kaidah nilai.
          ilmu mengembangkan teknologi untuk mencegah banjir. Bertrand Russell menyebut perkembangan ini sebagi peralihan ilmu dari tahap kontemplasi ke manipulasi. Dalam tahap manipulasi inilah maka masalah moral muncul kembali namun dalam kaitan dengan factor lain. Kalau dalam tahap kontemplasi masalah moral bersangkutan dengan metafisika keilmuan maka dalam tahap manipulasi ini berkaitan dengan masalah cara penggunaan pengetahuan ilmiah atau secara filsafat dapat dikatakan, dalam tahap pengmbangan konsep terdapat masalah moral yang di tinjau dari segi ontology keilmuan sedangkan dalam tahap pengembangan konsep terdapat masalah moral ditinjau dari segi aksiologi keilmuan.
Hubungan antara ilmu dengan moral oleh Jujun S. dikaji secara hati-hati dengan mempertimbangkan tiga dimensi filosofis ilmu. Pandangan Jujun S. (1996 : 15 – 16) mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut.
a)     Untuk mendapatkan pengertian yang benar mengenai kaitan antara ilmu dan moral maka pembahasan masalah ini harus didekati dari segi-segi yang lebih terperinci yaitu segi ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
b)  Menafsirkan hakikat ilmu dan moral sebaiknya memperhitungkan faktor sejarah, baik sejarah perkembangan ilmu itu sendiri, maupun penggunaan ilmu dalam lingkup perjalanan sejarah kemanusiaan.
c)      Secara ontologis dalam pemilihan wujud yang akan dijadikan objek penelaahannya (objek ontologis / objek formal) ilmu dibimbing oleh kaidah moral yang berazaskan tidak mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan martabat manusia, dan tidak mencampuri masalah kehidupan.
d)   Secara epistemologis, upaya ilmiah tercermin dalam metoda keilmuan yang berporoskan proses logika-hipotetika-verifikatif dengan kaidah moral yang berazaskan menemukan kebenaran, yang dilakukan dengan penuh kejujuran, tanpa kepentingan langsung tertentu dan berdasarkan kekuatan argumentasi .
e)      Secara aksiologis ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia dengan jalan meningkatkan taraf hidupnya dan dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan keseimbangan / kelestarian alam. Upaya ilmiah ini dilakukan dengan penggunaan dan pemanfaatan pengetahuan ilmiah secara komunal universal.

6.      Cara penentuan obyek yang ditelah berdasarkan pilihan-pilihan nilai.
          Etika keilmuan merupakan etika normatik yang merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan. Tujuan etika keilmuan adalah agar seorang ilmuan dapat menerapkan prinsip-prinsip moral, yaitu yang baik dan menghindarkan dari yang buruk kedalam perilaku keilmuannya, sehingga ia dapat menjadi ilmuan yang mempertanggungjawabkan keilmuannya.
          Dihadapkan dengan masalah moral dan ekses ilmu dan teknologi yang bersifat merusak, para ilmuwan terbagi ke dalam dua golongan pendapat, yaitu :
a)      Golongan yang berpendapat bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik itu secara ontologis maupun aksiologi. Dalam hal ini ilmuwan hanyalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk mempergunakannya, apakah akan digunakan untuk tujuan yang baik ataukah untuk tujuan yang buruk. Golongan ini ingin melanjutkan tradisi kenetralan ilmu secara total, seperti pada waktu era Galileo.
b)      Golongan yang berpendapat bahwa netralisasi ilmu hanyalah terbatas pada metafisika keilmuwan, sedangkan dalam penggunannya harus berlandaskan nilai-nilai moral. Golongan ini mendasarkan pendapatnya pada beberapa hal, yakni:
  * Ilmu secara faktual telah dipergunakan secara deskrutif oleh manusia, yang dibuktikan dengan adanya perang dunia yang mempergunakan teknologi keilmuwan.
  * Ilmu telah berkembang dengan pesat dan makin esoteric hingga kaum ilmuwan lebih mengetahui tentang ekses-ekses yang mungkin terjadi bila terjadi penyalahgunaan
  * Ilmu telah berkembang sedemikian rupa dimana terdapat kemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika dan teknik pembuatan sosial.
7.      Keterkaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma nilai.
          Kattsoff (2004: 323) menyatakan bahwa pertanyaan mengenai hakekat nilai dapat dijawab dengan tiga macam cara yaitu:
         Subyektivitas yatu nilai sepenuhnya berhakekat subyektif. Ditinjau dari sudut pandang ini, nilai merupakan reaksi yang diberikan manusia sebagai pelaku dan keberadaannya tergantung dari pengalaman.
         Obyektivisme logis yaitu nilai merupakan kenyataan ditinjau dari segi ontologi, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu.Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal. Obyektivisme metafisik yaitu nilai merupakan unsur obyektif yang menyusun kenyataan.
8.      Dari sini muncul empat pendekatan etika, yaitu :
         Teori Nilai intuitif
   Teori ini berpandangan bahwa sukar jika tidak bisa dikatakan mustahil untuk mendefinisikan suatu perangkat nilai yang absolut. Nilai ditemukan melalui intuisi karena ada tatanan moral yang bersifat baku
         Teori nilai rasional (The rational theory of value)
   Nilai tersebut ditemukan sebagai hasil dari penalaran manusia. Fakta bahwa seseorang melakukan suatu yang benar ketika ia tahu degan nalarnya bahwa itu benar, sebagai fakta bahwa hanya orang jahat atau  lalai yang melakukan sesuatu berlawanan dengan kehendak atau wahyu tuhan.
         Teori nilai alamiah (The naturalistic theory of value)
   Nilai menurutnya diciptakan manusia bersama dengan kebutuhan-kebutuhan dan hasrat-hasrat yang dialaminya. Nilai adalah produk biososial, artefak manusia, yang diciptakan , dipakai, diuji oleh individu dan masyarakat untuk melayani tujuan membimbing perilaku manusia. Pendekatan naturalis mencakup teori nilai instrumental dimana keputusan nilai tidak absolute tetapi bersifat relative. Nilai secara umum hakikatnya bersifat subyektif, bergantung pada kondisi manusia.
         Teori nilai emotif (The emotive theory of value)
   Jika tiga aliran sebelumnya menentukan konsep nilai dengan status kognitifnya, maka teori ini memandang bahwa konsep moral dan etika bukanlah keputusan faktual tetapi hanya merupakan ekspresi emosi dan tingkah laku. Nilai tidak lebih dari suatu opini yang tidak bisa diverifikasi, sekalipun diakui bahwa penelitian menjadi bagian penting dari tindakan manusia.

9.      Nilai mempunyai bermacam makna seperti:
§  Nilai merupakan kualitas empiris yang tidak dapat didefinisikan
  Jika nilai merupakan suatu kualitas obyek atau perbuatan tertentu, maka obyek dan perbuatan tersebut dapat didefinisikan berdasarkan atas nilai-nilai, tetapi tidak dapat sebaliknya. Kenyataan bahwa nilai tidak dapat didefinisikan tidak berarti nilai tidak bisa dipahami.
§  Nilai sebagai Obyek Suatu Kepentingan
  Sikap setuju atau menentang oleh Perry (dalam Kattsoff, 2004: 329) disebut kepentingan. Perry juga berpendapat bahwa setiap obyek yang ada dalam kenyataan maupun pikiran, setiap perbuatan yang dilakukan maupun yang dipikirkan, dapat memperoleh nilai jika berhubungan dengan subyek-subyek yang mempunyai kepentingan.
§  Teori Pragmatis Mengenai Nilai
  Pemberian nilai berkaitan dengan bahan-bahan faktual yang tersedia dan berdasarkan bahan-bahan tersebut, perbuatan-perbuatan dan obyek-obyek dapat dihubungkan dengan tujuan-tujuan yang terbayang. Dapat disimpulkan bahwa pemberian nilai adalah ketentuan-ketentuan penggunaan berkaitan dengan kegiatan manusia melalui generalisasi-generalisasi ilmiah sebagai sarana mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan.
§  Nilai sebagai Esensi
  Apabila nilai sudah sejak semula terdapat di segenap kenyataan, dapat dikatakan bahwa tidaklah terdapat perbedaan antara apa yang ada (eksistensi) dengan apa yang seharusnya ada. Yang sungguh-sungguh ada yaitu apa yang ada kini dengan yang mungkin ada (apa yang akan ada). Jika nilai bersifat intrinsik, maka nilai apa yang akan ada merupakan kelanjutan belaka dari apa yang seharusnya ada. Apabila nilai merupakan ciri intrnsik semua hal yang bereksistensi maka dunia ini merupakan dunia yang baik, kerena di dalamnya tidak mungkin terdapat keadaan tanpa nilai.

Mungkin Cukup itu yang bisa Admin share untuk pembaca Learning blogs, sampai jumpa di postingan berikutnya.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.



No comments:

Post a Comment

Popular Posts